Senin, 08 Juli 2013
Lemah Lembut itu Kekuatan Nan Perkasa
Kita
perlu beristighfar atas kekurangan kita masing-masing, kelemahan diri kita dan
kurangnya usaha dakwah kita hingga ummat Muhammad saw pada masa ini menghadapi
berbagai masalah dalam berbagai rupa.
Zaman
ini ummat Muslim dihajar habis-habisan oleh pemikiran kaum yang tidak suka
dengan Islam, semisal terorisme, sekulerisme, pluralisme, demokrasi dan
liberalisme. Dijangkiti pula oleh penyakit dari segi Harta, Tahta, Wanita.
Ditambah pula dengan kaum remajanya yang dirusak oleh perang pemikiran (ghazwul
fikri) dalam bentuk 3F; Food, Fun dan Fashion.
Seolah
tidak cukup dengan keberadaan serangan dari luar ini, kaum Muslim menambah
derita dan sengsara dengan melakukan permusuhan internal. Saling mencela dan
memfitnah sudah jadi kontes tanpa akhir. Melaknat dan membuka aib laksanan
rantai pembalasan dendam tanpa akhir, keduanya keras kepala dengan pembenaran
“kami begitu karena anda begitu, kami berhenti bila anda berhenti” atau dengan
slogan “pembalasan itu harus lebih kejam”.
Satu
kelompok menjelek-jelekkan kelompok yang lainnya, dan kelompok lainnya merasa
dirinya sendirilah yang benar dan yang lain sesat. Satu gerakan merasa dialah
satu-satunya yang paling berjasa sementara gerakan yang lain menafikkan
kebaikan gerakan yang satu. Senang bila partai lain terjengkang sementara satu
partai lain bisa berdiri bahagia diatasnya seraya berkata “Makanya!”
Sudahlah
dimusuhi, kita memusuhi diri sendiri
Sudahlah
jatuh, ditimpa tangga, ditabrak truk lagi
Apalagi
pada saat ini, sosial media telah menjadikan semua orang punya cara untuk
mengumumkan diri. Bila dahulu kala metode komunikasi adalah satu arah, kini
komunikasi tanpa tahu arah. Bila dahulu kala hanya pengemban dakwah yang sudah
teruji yang bisa menyampaikan ide, sekarang siapapun bisa menyampaikan walaupun
dirinya sendiri tak memahami apa yang dibicarakan.
Sebagian
memang bagus hasilnya, namun sebagaian lagi tidak
Dunia
maya memungkinkan arus pemikiran bertukar deras. Siapapun bisa mempublikasikan
pemikiran dan siapapun bisa membantah, menyangkal, menghina, mencela, melaknat
dan menjatuhkan. Ada orang yang merasa hebat bila bisa membungkam oang lain
dalam media sosial, ada orang yang merasa paten bila bisa menyakiti saudaranya
di media sosial.
Dan
kata-kata kasar sudah menjadi keseharian dalam hidup kita
Saya
tidak perlu mengambil contoh, karena tidak santun dalam tulisan ini. Juga anda
sudah bisa mengaksesnya kapan saja dan dimana saja saat ini. Walaupun penggemar
kata-kata kasar ini jumlahnya tidak banyak, namun mereka —sialnya— persisten
(baca: keras kepala).
Sepertinya
orang yang menderita kecanduan kata-kata kasar ini mendapatkan semacam kepuasan
—adrenalin atau apalah—
saat mereka berhasil menyakiti orang lain dengan kata-katanya. Mungkin semisal
sadisme lisan, senang bila orang terluka karena lidahnya (dalam kasus sosial
media yaitu apa yang dia tulis).
Setelah
banyak mengamati perilaku-perilaku semisal ini, hampir-hampir kami
berkesimpulan bahwa kegemarn akan kata-kata kasar ini bagaikan penyakit menular
dan membuat kecanduan. Pelaku pasti akan ketagihan untuk megucapkan kata-kata
kasar, dan biasanya orang yang berkumpul bersama-sama mereka juga mendadak
senang berkata-kata kasar.
Padahal
kata-kata kasar itu tidak mematikan kecuali bagi empunya, karena telinga
pemilik kata-kata kasarlah yang paling dekat dengan tajam lidahnya. Memang
betul, bila tajam lidahnya biasanya tumpul akalnya.
Bila
lelaki yang berlisan kasar, maka itu akan merendahkan martabatnya. Namun bila
wanita yang berlisan kasar, tentu itu lebih mengerikan lagi. Hilanglah segala
keanggunannya, kemuliaan dan kehormatan dirinya, enggan dan pantang bagi lelaki
mendekati.
Mengapa?
Karena lisan itu ukuran akal. Lisan kita adalah apa yang senantiasa kita baca,
kita dengar dan kita pikirkan. Apa yang masuk itu jualah yang keluar. Maka
orang-orang yang berlisan kasar penuh serapah pastilah bukan Al-Qur’an yang dia
daras.
Bila
kita sering mencermati Al-Qur’an dan kisah-kisah Rasulullah serta para sahabat.
Kita akan terenyuh dibawa, melarut didalam arus keindahan akhlak dan santun
perilaku mereka. Generasi terbaik tanpa tanding karena tangis merendah mereka
kala malam, kesempurnaan hidup mereka tatkaka siang, dan keimanan mereka
sepanjang hidup
Kisah
Rasulullah adalah pertunjukan paling memukau. Linang airmata kita yang jadi
saksi kesabaran Rasulullah Muhammad saw, manusia terbaik yang pernah berjalan
di muka bumi ini. Segala puji milik Allah yang menurnkan manusia yang diberi
puji-pujian oleh manusia karena sifatnya yang paling terpuji.
Apalagi
Al-Qur’an yang tiap hurufnya adalah kebaikan, merangkai kata-kata penuh hikmah
dan kalimat penuh keberkahan. Tiap ayat adalah alunan yang lebih indah daripada
sastra manapun, menjelma menjadi paragraf-paragraf penuh arti. Ia adalah surat
cinta mesra dari Allah Pencipta Semesta Alam.
Duhai,
bagaimana mungkin jiwa yang penuh dengan ilmu dan iman bisa mengeluarkan
kata-kata kasar? Tidak mungkin.
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imraan [3]: 159)
Begitulah
sifat Rasulullah yang dijelaskan Allah melalui Al-Qur’an, dia lemah lembut,
tidak keras dan berhati kasar, pemaaf dan pengampun, serta senang meminta
pendapat dalam satu urusan.
Kelembutan
itu adalah rahmat daripada Allah yang diberikan pada hamba pilihan-Nya
إنَّ
فيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ : الْحِلْمُ
وَالأنَاةُ
“Sesungguhnya
pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yaitu ketenangan dan
ketelitian” (HR.
Muslim)
إِنَّ
اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ ، وَيَعْطِي
عَلَى الرِّفْقَ مَا لاَ
يَعْطِي عَلَى الْعُنْفِ ، وَمَا
لاَ يَعْطِي عَلَى سِوَاهُ
“Sesungguhnya
Allah Maha Lembut dan mencintai kelembutan. Dia memberikan pada kelembutan,
apa-apa yang tidak diberikan pada sikap kasar, dan tidak pula Dia memberikan
pada yang selainnya”. (HR Muslim)
Rasulullah
saw juga bersabda,
عَلَيْكِ
بِالرِّفْقِ ، وَإِيَّاكَ وَالْعُنْفِ ، وَالْفَحْشِ
، إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ
فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ
يَنْزِعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Wajib
bagimu untuk berbuat lemah lembut, berhati-hatilah dari sikap kasar dan keji, sesungguhnya
tidaklah sikap lemah lembut ada pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya,
dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, melainkan akan memburukkan perkara
tersebut”. (HR Muslim)
Dari
Jarir bin Abdillah ra, Rasulullah saw bersabda,
مَنْ
يُحْرَمُ الرِّفْقَ ، يُحْرَمُ
الْخَيْرَ كُلَّهُ
“Barang
siapa yang diharamkan baginya kelembuta, diharamkan baginya kebaikan seluruhya”
(HR Muslim)
Demikianlah
kelembutan adalah kekuatan tersendiri. Bila ia ada pada Muslimah maka itu
adalah tempatnya, namun bila ia dimiliki lelaki maka Rasulullah pastilah
teladannya.
Bila
niat kita untuk berdakwah lalu kita melegitmasi kata-kata kasar, maka kita
harus mengetahui bahwa Rasulullah tiada pernah mencontohkannya. Rasulullah
tiada pernah beramal dengannya. Banyak diantara riwayat yang menunjukkan pada
kita bahwa Rasulullah menegur kaum kafir dengan lembut, pun menegur kaum Muslim
dengan lebih lembut.
Karena
yang benar akan dianggap salah bila disampaikan secara kasar, maka jadilah
lembut dalam menyampaikan yang benar.
By:
Uztad Felix Siauw
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar